Anda tentu cukup familiar dengan minuman berlabel pada gambar tersebut. Salah satu label tersebut bila diminum dua seloki sehabis makan, Anggur Kolesom “Cap Orang Tua” akan cukup memberi efek tenaga kerbau untuk menjalani hari – hari kita yang membutuhkan tenaga ekstra. Terus terang aku tergerak menulis mengenai hal ini karena entah kenapa hari ini Aku dihadapkan pada gambaran – gambaran untuk memikirkan kembali masalah ini. Hari ini Aku melihat tiga anak kecil didepanku, kurang lebih usianya tiga tahun, bermain dengan peranan berpura – pura sebagai orang mabuk. Aku heran darimana mereka sedemikian fasihnya menirukan gaya orang mabuk, tentu saja ini adalah absorpsi daya ingat mereka yang layaknya spon dimana orang mabuk, entah itu di acara pesta atauapun pinggir jalan sudah demikian akrab dalam kehidupan mereka sehari – hari. Dalam perjalanan ke Kupang beberapa hari lalu Aku juga melihat dua truk tronton besar mengangkut sisa botol minuman keras dalam muatan mereka. Ketika istirahat di Hutan Camplong iseng kutanya, tiap berapa hari mereka mengangkut ribuan botol tersebut, soprinya menjawab “Kotong biasa angkut seminggu sekali sa! Yang be angkut ini cuma botol dari So’E Sa, belom dari Atambua atau TTU! jawab mereka. Dari analisis singkatku, ribuan botol minuman keras dikonsumsi hanya dari kota sekecil So’E.
Memang dalam setiap acara pesta, minuman keras adalah integrasi dari acara. Campuran BCA alias bir campur anggur dengan perbandingan dua botol bir dan satu botol anggur kolesom adalah campuran favorit untuk setiap pesta ataupun kongkow – kongkow tua dan muda. Bila kantong agak cekak, “Habok” atau “Jenefer” minuman sejenis arak biasa sebagai subsitusi untuk memberi efek fly. Tak heran bila tindak kejahatan premanisme, perkosaan dan tindakan kekerasan lainnya kadang terjadi di kota kecil ini bila kebanyakan minum minuman keras.
Tapi yang lebih mengejutkan adalah sebuah survey yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga akademisi ternyata adalah minuman keras, rokok dan sirih pinang menempati tiga urutan teratas setelah rumah, kesehatan dan pendidikan anak. Sungguh sebuah ironi memang, betapa spesies yang bernama manusia masih belum bisa menentukan priotitas yang penting bagi hidup mereka.
Sebuah upaya penyadaran kritis memang perlu dilakukan, namun itu semua kembali ke masing – masing individu. Mungkin hal tersebut memang lebih dianggap sebagai prioritas, mungkin mereka memang tidak peduli..Entahlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar